F60.31 Borderline Personality Disorder
Borderline personality disorder (BPD) atau gangguan kepribadian ambang adalah masalah kesehatan mental yang memengaruhi cara berpikir seseorang mengenai dirinya sendiri dan orang lain.
Akibatnya, pikiran tersebut dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari pengidapnya.
Selain itu, pengidap BPD juga menghadapi masalah citra diri, kesulitan mengelola emosi dan perilaku, dan pola hubungan yang tidak stabil.
Pikiran tersebut juga memicu perasaan takut penolakan, cemas, marah, tidak berarti, takut ditinggalkan, atau marah.
Bahkan, mereka dengan kondisi ini juga memiliki kecenderungan menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
Penyebab Borderline Personality Disorder
Sampai saat ini, belum jelas dan pasti apa yang jadi penyebab borderline personality disorder (BPD).
Namun, para ahli menduga kondisi ini terjadi karena beberapa hal berikut:
1. Pelecehan dan trauma
Seseorang yang pernah mengalami pelecehan seksual, emosional atau fisik memiliki risiko BPD yang lebih tinggi.
Pengabaian, perlakuan yang salah atau perpisahan dari orang tua juga meningkatkan risiko gangguan kepribadian ambang.
2. Genetika
Gangguan kepribadian ambang diturunkan pada keluarga. Seseorang yang memiliki riwayat keluarga BPD, punya risiko mengembangkan kondisi tersebut.
3. Perubahan otak
Pada orang dengan BPD, bagian otak yang mengontrol emosi dan perilaku tidak tersinkronisasi dengan baik. Masalah ini memengaruhi cara kerja otak.
Selain itu, penurunan fungsi dari zat kimia pada otak, seperti serotonin, juga memiliki kaitan dengan BPD.
Serotonin berfungsi mengendalikan suasana hati (mood). Yuk Ketahui Fakta tentang Mood Swing Akibat Borderline Personality Disorder.
Faktor Risiko
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko borderline personality disorder. Faktor tersebut antara lain:
- Pewarisan sifat. Seseorang mungkin lebih berisiko mengalami gangguan kepribadian ambang apabila memiliki ibu, ayah, saudara lelaki atau perempuan yang memiliki kelainan serupa.
- Trauma masa kecil. Individu yang pernah mengalami pelecehan, kekerasan fisik atau trauma lainnya ketika kecil lebih berisiko mengalami BPD di kemudian hari.
Gejala
Gangguan kepribadian ambang atau BPD ditandai sejumlah gejala berikut:
- Upaya yang diambil secara panik atau terburu-buru untuk menghindari pengabaian atau perasaan ditinggalkan, baik yang memang terjadi secara nyata atau bayangan mereka akan pengabaian tersebut
- Hubungan interpersonal yang tidak stabil atau semrawut, biasanya ditandai dengan perpindahan pandangan secara ekstrim, dari mengidealisasi hingga mendevaluasi seseorang, atau sebaliknya
- Identitas atau citra diri, bagaimana mereka melihat dirinya sendiri, yang terdistorsi atau berubah-ubah
- Impulsif atau berperilaku yang bisa membahayakan dirinya (contoh: belanja secara impulsif, mengendarai kendaraan secara ugal-ugalan, melakukan hubungan seksual yang tidak aman, dan sebagainya)
- Usaha melakukan bunuh diri dan/atau menyakiti diri sendiri secara berulang
- Reaksi emosi yang intens atau tidak terkendali, serta berubah berubah dengan cepat dari satu emosi ke emosi lainnya
- Perasaan kosong atau hampa yang kronis
- Kemarahan yang intens atau kesulitan untuk mengontrol emosi marah
- Adanya paranoid yang bersifa sementara dan biasanya berhubungan dengan stres, ataupun ada gejala disosiasi
Secara keseluruhan, gejala BPD yang paling menonjol adalah pola ketidakstabilan dalam hubungan interpersonal dan citra diri, suasana hati atau emosi yang berubah-ubah, serta kesulitan untuk mengelola emosi-emosi yang intens. Selain itu, umumnya, terdapat pula perilaku berbahaya dan impulsif.
Gejala lain yang mungkin ada di orang dengan BPD adalah perasaan tidak yakin dengan identitas, moral, dan nilai yang dimilikinya; memiliki pikiran paranoid saat merasa stres; depersonalisasi; dan dalam beberapa kasus tingkat sedang hingga berat, stres dapat terjadi bersamaa dengan perasaan adanya perubahan realitas atau episode psikotik. Individu dengan BPD juga kerap kali memiliki kondisi komorbiditas, seperti gangguan depresi dan bipolar, gangguan penggunaan zat, ganggian makan, gangga stres pasca trauma atau post-traumatic stress disorder (PTSD), hingga attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD).
Diagnosis Borderline Personality Disorder
Guna mendapatkan diagnosis borderline personality disorder yang lebih akurat, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan, antara lain:
- Wawancara mendetail.
- Evaluasi psikologis, seperti mengisi kuesioner.
- Riwayat medis dan pemeriksaan.
- Mendiskusikan tanda dan gejala.
Namun, biasanya dokter hanya melakukan diagnosis borderline personality disorder pada orang dewasa, bukan pada anak-anak atau remaja.
Ini karena tanda dan gejala BPD dapat hilang seiring bertambahnya usia anak-anak dan menjadi lebih dewasa.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di atas, dokter akan membandingkan gejala pada pasien dengan kriteria BPD berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).
Seseorang dapat dikatakan menderita BPD jika memiliki setidaknya lima kriteria berikut ini:
- Suasana hati yang sering berubah dalam hitungan jam atau hitungan hari
- Takut berlebihan bahwa dirinya akan ditinggalkan atau diabaikan
- Gangguan identitas diri
- Sering berperilaku impulsif
- Sering mengalami hubungan yang tidak stabil dengan orang lain
- Sering melakukan tindakan atau perilaku yang dapat menyakiti diri sendiri atau bahkan melakukan percobaan bunuh diri
- Sering merasa sangat kesepian
- Mudah marah dan mudah tersinggung
- Selalu curiga terhadap orang lain
Pengobatan BPD (Borderline Personality Disorder)
Pengobatan borderline personality disorder bertujuan untuk meredakan gejala dan mengobati gangguan mental lain yang sering kali menyertai BPD, misalnya depresi.
Beberapa tindakan medis yang dapat dilakukan oleh dokter adalah:
Psikoterapi
Ada beberapa jenis psikoterapi yang bisa dilakukan untuk menangani BPD, yaitu:
1. Dialectical behavior therapy (DBT)
Dialectical behavior therapy dilakukan melalui dialog dengan tujuan agar pasien dapat mengendalikan emosi, menerima tekanan, dan memperbaiki hubungan dengan orang lain. DBT dapat dilakukan secara individual, atau dalam sebuah grup konsultasi.
2. Mentalization-based therapy (MBT)
Terapi ini menitikberatkan metode berpikir sebelum bereaksi. MBT membantu pasien BPD menilai perasaan dan pikirannya sendiri serta menciptakan perspektif positif dari situasi yang dihadapi. Terapi ini juga membantu pasien untuk mengerti perasaan orang lain dan konsekuensi perbuatannya terhadap perasaan orang lain.
MBT biasanya dilakukan dalam jangka panjang, yaitu sekitar 18 bulan. Terapi diawali dengan rawat inap agar pasien bisa menjalani sesi individu setiap hari dengan psikiater. Setelah jangka waktu tertentu, terapi dapat dilanjutkan dengan rawat jalan.
3. Schema-focused therapy
Terapi ini membantu pasien BPD menyadari kebutuhannya yang tidak terpenuhi dan akhirnya memicu pola hidup negatif. Terapi akan berfokus pada usaha pemenuhan kebutuhan tersebut melalui cara yang lebih sehat sehingga terbangun pola hidup yang positif.
Sama seperti terapi DBT, schema-focused therapy dapat dilakukan secara perorangan maupun berkelompok.
4. Transference-focused psychotherapy
Transference-focused psychotherapy (TFP) atau terapi psikodinamis membantu pasien memahami emosi dan kesulitan yang dialaminya dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain (interpersonal).
TFP dilakukan dengan membina hubungan antara pasien dan terapis. Hasil pembinaan kemudian dapat diterapkan ke dalam situasi yang sedang dialami.
5. Good psychiatric management
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pasien terhadap emosi yang dialaminya dengan mempertimbangkan perasaan orang lain. Terapi dapat dipadukan dengan pemberian obat, terapi kelompok atau perorangan, dan penyuluhan pada keluarga.
6. STEPPS
STEPPS atau systems training for emotional predictability and problem-solving merupakan terapi kelompok yang dapat dilakukan bersama anggota keluarga, teman, pasangan, atau pengasuh. Terapi ini umumnya berlangsung selama 20 minggu, dan biasanya digunakan sebagai terapi tambahan bersama psikoterapi lainnya.
Komplikasi Borderline Personality Disorder
Borderline personality disorder dapat merusak kehidupan pengidapnya.
Kondisi ini juga bisa berdampak negatif pada hubungan, pekerjaan, sekolah, aktivitas sosial, dan citra diri.
Jika tak segera mendapat penanganan, BPD dapat memicu terjadinya beberapa kondisi berikut:
- Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan atau penyalahgunaan obat-obatan.
- Gangguan kecemasan.
- Masalah pola makan.
- Gangguan bipolar.
- Kelainan stres pasca trauma (post-traumatic stress disorder/PTSD).
- Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau penyakit hiperaktif.
- Gangguan kepribadian.
- Kehilangan hubungan yang baik dengan pasangan, teman sampai keluarga
- Hilangnya pekerjaan atau sering berganti pekerjaan.
- Kehilangan kesempatan dalam menyelesaikan pendidikan.
- Terlibat dengan hukum, hingga masuk penjara.
- Mengalami cedera fisik akibat kecenderungan menyakiti diri sendiri.
- Hamil di luar rencana, memiliki penyakit menular seksual, atau kecelakaan akibat memiliki perilaku yang impulsif dan berisiko.
- Melakukan percobaan bunuh diri.
Pencegahan Borderline Personality Disorder
Sejauh ini, tidak ada cara pasti untuk mencegah borderline personality disorder. Pasalnya, masalah kesehatan mental ini sering menurun dalam keluarga.
Namun, selalu optimis menjalani kehidupan dan tidak takut menghadapi kegagalan adalah cara agar tidak terjebak dalam masalah kepribadian.
Jika kamu sedang mengalami masalah, tidak ada salahnya untuk mengutarakan dengan keluarga maupun sahabat terdekat.
Tidak memendam apa yang sedang kamu rasakan bisa mengurangi perasaan stres dan tertekan.
Beberapa cara lain untuk mencegahnya, yaitu:
1. Pendidikan dan pemahaman
Dapatkan pemahaman tentang kondisi ini. Mengetahui tanda-tanda dan gejala BPD bisa menjadi langkah pertama dalam pencegahan.
Edukasi tentang gangguan ini dapat membantu mengidentifikasi risiko atau gejala pada diri sendiri atau orang lain.
2. Konseling dini
Jika kamu merasa memiliki gejala yang berkaitan dengan BPD atau memiliki riwayat keluarga dengan gangguan ini, segera mencari konseling atau dukungan psikologis.
Terapi dini dapat membantu mengatasi masalah emosional sebelum berkembang menjadi gangguan yang lebih serius.
3. Keterampilan pengelolaan emosi
Pelajari keterampilan pengelolaan emosi yang sehat, seperti regulasi emosi dan pemecahan masalah untuk mengurangi risiko BPD.
Terapi kognitif perilaku dan terapi dialektikal perilaku (DBT) adalah pendekatan sering digunakan dalam mengajarkan keterampilan ini.
4. Bentuk hubungan yang positif
Membangun dan memelihara hubungan yang sehat dengan teman, keluarga, dan pasangan dapat membantu mengurangi isolasi sosial dan meredakan stres yang dapat memicu gejala BPD.
5. Hindari penggunaan zat terlarang
Kamu wajib menghindari penyalahgunaan narkoba atau alkohol. Sebab, penggunaan zat-zat ini dapat memicu bahkan memperburuk gejala BPD yang sudah ada.
Pasalnya, zat tersebut bisa berdampak negatif pada kesehatan fisik maupun mental.
6. Perhatikan pola hubungan
Jika kamu memiliki kecenderungan untuk mengalami hubungan yang tidak stabil atau berkonflik, pertimbangkan untuk menjalani terapi pasangan atau keluarga.
Ini dapat membantu memahami dan memperbaiki pola interaksi yang tidak sehat.
7. Atasi trauma
Apabila kamu memiliki riwayat trauma atau pengalaman yang sulit, mencari dukungan untuk mengatasi trauma dapat membantu mengurangi risiko BPD.
Terapi trauma atau terapi EMDR adalah beberapa pendekatan yang dapat membantu.
8. Kelola stres
Belajar mengelola stres dengan cara seperti olahraga teratur, meditasi, yoga, dan aktivitas kreatif dapat membantu menjaga kesehatan mental.
Pasalnya, BPD juga bisa berawal dari stres yang tak teratasi.
Komentar
Posting Komentar