S2-E1 Ejekan mu Membuat Seseorang Mengurung Diri

Dari pengalaman di ruang praktek psikologi banyak pasien datang dengan keluhan menjadi pendiam daripada biasanya, menarik diri dari pergaulan dan keluarga, prestasi menurun, merasa tidak berharga, tidak mau berangkat sekolah,  ada beberapa yang sudah barcoding pergelangan tangan (self-harm), bahkan ada yang sudah melakukan percobaan bunuh diri. 

Keluhan-keluhan tersebut setelah digali ternyata berawal dari pengalaman bullying yang mereka terima di masa sekolah, baik mulai dari tingkat SD sampai masa perkuliahan bahkan dilingkungan bekerja atau bermain.

Awalnya ejek-ejekan hingga membuat pasien tidak bernafsu untuk menjalani hidup. Perilaku perundungan (bullying) adalah salah satu tindakan agresif dan negatif yang dilakukan berulang kali oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang rentan dan tidak dapat membela diri.



Menurut Sejiwa, perundungan didefinisikan juga sebagai tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya.



Terdapat beberapa bentuk perundungan, yaitu perundungan secara langsung dan perundungan secara tidak langsung. Perundungan secara langsung dilakukan dengan kontak fisik atau verbal, sedangkan perundungan secara tidak langsung disebut juga sebagai perundungan relasional atau perundungan sosial. Bentuk perundungan lain yaitu perundungan dengan bantuan teknologi atau cyberbullying.



Perilaku perundungan dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti faktor keluarga, sekolah, media massa, budaya, teman sebaya, dan lingkungan di sekitar yang memengaruhi terjadinya perundungan.

Tahapan paling awal dalam mendeteksi perundungan adalah adanya perubahan perilaku dan emosi pada pasien. Dibawah ini bisa menjadi tanda-tanda seseorang kemungkinan mengalami perundungan:

  1. Mengalami luka yang tak bisa dijelaskan
  2. Sering kehilangan barang-barang
  3. Barang-barangnya sering rusak
  4. Perubahan pola makan
  5. Muncul perilaku yang tidak biasa
  6. Sulit tidur dan sering mimpi buruk
  7. Prestasi sekolah turun, mogok sekolah
  8. Muncul perilaku destruktif
  9. Depresi dan cemas
  10. Rendah diri akut
Setiap tahun semakin banyak jumlahnya kasus perundungan. KPAI merilis data tahun 2015, yang menyebutkan bahwa hampir semua pelajar di Indonesia pernah mengalami bullying di sekolah. Sekalipun tingkat kekerasan pada anak di tahun 2015 memperlihatkan penurunan, namun jumlah perilaku bullying di sekolah, dengan siswa sebagai pelaku bully bagi sesamanya justru meningkat. Berdasarkan data KPAI pada tahun 2022 ada 226 kasus kekerasan fisik, psikis termasuk perundungan (kompas.com, 24 Juli 2022). Ini termasuk angka yang cukup besar dan perlu perhatian dari berbagai pihak yang terkait.

Bagaimana cara agar pasien bisa terbuka dan berani melaporkan perundungan yang sudah dialaminya?

Ada yang bisa kita lakukan untuk membantu pasien mau terbuka dan jujur atas apa yang ia alami, yaitu sebagai berikut:

  1. Membangun komunikasi yang sehat dengan pasien dan peka akan setiap perubahan sikap, betapapun kecilnya, adalah cara yang efektif untuk mendeteksi perundungan yang mungkin diterima orang tersebut. Beri pengertian kepada pasien bahwa perundungan bukanlah cara untuk membuat pasien menjadi kuat dan tabah, bahkan sebaliknya membuat pasien menjadi rendah diri, merasa tidak berharga dan tidak bahagia.
  2. Temukan sumber permasalahan

Langkah awal untuk kita dapat membantu korban adalah mencari penyebab kenapa ia dirundung. Dengan mengetahui akar masalahnya maka kita dapat memberikan solusi atau langkah berikutnya yang harus dilakukan.

  • Tingkatkan rasa percaya diri

Dampak dari perundungan adalah pasien menjadi minder, kurang percaya diri dan menarik diri. Oleh karena itu kita perlu menjadi teman yang bisa diajak bicara dan berbagi cerita sehingga menumbuhkan trust terhadap kita, lalu kita bisa memotivasinya bahwa pasien bukanlah seburuk apa yang pelaku labelkan kepada pasien.

  • Sarankan untuk berani bertindak

Beri pengertian kepada korban untuk tidak diam saja namun berani bicara kepada pihak yang terkait seperti orangtua, profesional, guru, wali kelas, dkk.

  • Hindari pergaulan yang toxic

Ajari pasien untuk memilih teman yang membangun karakter dan kualitas pribadi, bukan teman atau pergaulan yang justru menurunkan kualitas pribadi maupun prestasi. Teman yang positif adalah teman yang bisa selalu mendukung di saat kita lemah/terjatuh, teman yang bisa menerima keadaan kita apa adanya dan bersedia membantu saat kita membutuhkannya. Sedangkan teman yang toxic adalah teman yang harus membuat kita memakai topeng (tidak apa adanya), teman yang hanya memanfaatkan kita demi kepentingan mereka saja tanpa memperhatikan kepentingan kita sendiri.

  • Cari bantuan dari ahlinya

Apabila korban mengalami trauma sampai ia mogok sekolah, sulit tidur, sering bermimpi buruk, depresi dan mengurung diri, menyakiti diri sendiri (self harm) atau bahkan sudah mencoba bunuh diri, maka perlu segera pertolongan ke psikiater atau psikolog. Dengan demikian korban segera tertangani dan dapat segera pulih dari tekanan psikologis yang dialaminya tersebut sehingga tidak berlarut-larut menjadi gangguan jiwa berat.

Kita dapat menghentikan kasus perundungan  apabila di segala lapisan dan lingkungan, bukan hanya di kalangan anak-anak di sekolah tapi di semua lingkungan yaitu dimulai sejak di rumah, di lingkungan tetangga, dan di lingkungan masyarakat luas,  memahami dan melaksanakan golden rules, yaitu “perlakukanlah orang lain, sebagaimana kita ingin diperlakukan”. Niscaya di manapun kita berada tidak akan kita jumpai kasus perundungan dan kita semua akan merasa aman dan nyaman.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyani, Riana. 2017. Pencegahan dan Penanganan Bullying di Sekolah – Panduan untuk Guru dan Orangtua. Cahya Pustaka

Gunarso, S.D. Gunarso, Y.S. 1968. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta Gunung Mulia.

Haditono, S.H. 1985. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta Universitas Gadjah Mada.

Surilena. Perilaku bullying (perundungan) pada anak dan remaja. CDK 236 2016;43:35-8. 2.

Zakiyah EZ, Humaedi S, Santoso BD. Faktor yang mempengaruhi remaja dalam melakukan bullying. Jurnal Penelitian & PPM Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Padjadjaran 2017;4:325-9.

Marela G, Wahab A, Marchira CR. Bullying verbal menyebabkan depresi remaja SMA kota Yogyakarta. Journal of Community Medicine and Public Health 2017;33:43-7. Journal website: www.journal.ugm.ac.id/bkm. 

Ramadhani A, Retnowati S. Depresi pada remaja korban bullying. Jurnal Psikologi 2 2013;9:2. 

Musthika FW. Perbedaan tingkat masalah emosional dan perilaku antara pelaku dan korban perundungan pada pelajar SMAN “X” Bandung. Cimahi: Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani. 2018. 

Lestari WS. Analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta didik. Sosio Didaktika: Social Science Education Journal 3 2016;2:147-57. 

Tumon MBA. Studi deskriptif perilaku bullying pada remaja. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya 2014;3:125-30. 

Kardiana IGS, Westa IW. Gambaran tingkat depresi terhadap perilaku bullying pada siswa di SMP PGRI 2 Denpasar. E-jurnal Medika Udayana Juni 2015;4:6. 

Kurniawan H. Hubungan antara pertahanan diri dengan perilaku bullying pada siswa Sekolah Menengah Atas “X” di Bandung. Jakarta : Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. 2012. 10. Komisi Perlindungan Anak Ind



Komentar

Postingan Populer