Developmental Disorder-Retardasi Mental

 Definisi Retardasi Mental 

Retardasi Mental adalah keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo=kurang atau sedikit dan fren=jiwa) atau tuna mental (Muhith, 2015).

 Retardasi mental adalah keadaan yang penting secara klinis maupun sosial. Kelainan ditandai oleh keterbatasan kemampuan yang diakibatkan oleh gangguan yang bermakna dalam intelegensia terukur dan perilaku penyesuaian diri (adaptif). Retardasi mental juga mencakup status sosial, hal ini dapat lebih menyebabkan kecacatan dari pada cacat khusus itu sendiri. Karena batas-batas antara normalitas dan retardasi mental seringkali sulit digambarkan, identifikasi pediatric, evaluasi, dan perawatan anak dengan kesulitan kognitif serta keluarganya memerlukan tingkat kecanggihan teknis maupun sensitivitas interpersonal yang besar (Behman, 2008).

Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan tetapi gejala yang utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (Maramis,2009)

Retardasi mental atau tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasan mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal (Soemantri, 2007)

Retardasi mental ialah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya gangguan keterampilan baik kecakapan ataupun skill selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensi yaitu kemampuan kognitif, verbal, motorik, maupun sosial (Lumbantobing, 2006).

1. Retardasi mental bukan suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif. 

2. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. 

3. Hasil bagi intelegensi (IQ = Intelegence Quotient) bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai criteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja. 

4. Tingkatannya mulai dari taraf ringan, sedang, sampai berat, dan sangat berat. 

Klasifikasi Retardasi Mental 

Prevalensi retardasi mental sekitar 1% dalam satu populasi. Di Indonesia, 1-3% penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit diketahui karena retardasi mental kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak berada di usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. (Muhith, 2015), berdasarkan tingkat Intelligence Quotient (IQ) karakteristik retardasi mental dibedakan menjadi: 

a. Retardasi mental ringan (IQ = 50 – 70, sekitar 85% dari orang yang terkena retardasi mental) 

b. Retardasi mental sedang (IQ = 35-55, sekitar 10% orang yang terkena retardasi mental) 

c. Retardasi mental berat (IQ = 20-40, sebanyak 4% dari orang yang terkena retardasi mental) 

d. Retardasi mental berat sekali (IQ = 20-25, sekitar 1 sampai 2 % dari orang yang terkena retardasi mental). 

Usia  6-21th

a. Retardasi mental ringan : Anak-anak muda yang berusia sekolah ini dapat mempelajari keterampilan-keterampilan akademis sampai kira-kira kelas VI SD pada usia mereka yang sudah belasan tahun. Secara khas mereka tidak dapat mempelajari bahan-bahan pelajaran Sekolah Menengah Umum dan membutuhkan pendidikan khusus, terutama pada tingkat usia sekolah

b. Retardasi mental sedang : Anak-anak muda ini dapat mempelajari keterampilan-keterampilan akademis fungsional sampai kira-kira kelas IV SD pada usia mereka pada akhir belasan tahun, pendidikan khusus dibutuhkan.

c. Retardasi mental berat : Anak-anak muda usia sekolah ini dapat berbicara atau belajar berkomunikasi, dan dapat dilatih dalam kebiasaan-kebiasaan kesehatan yang mendasar. Mereka tidak dapat mempelajari keterampilan-keterampilan akademis fungsional, tetapi mereka dapat memperoleh keuntungan dari latihan kebiasaan-kebiasaan yang sistematis.

d. Retardasi mental berat sekali : Suatu perkembangan motor pada anak-anak muda ini tetapi mereka tetapi mereka tidak memperoleh keuntungan dari latihan dalam membantu dirinya sendiri. Mereka benar-benar membutuhkan perawatan.

Dewasa 21+

a. Retardasi mental ringan : Orang-orang dewasa ini mampu melakukan keterampilan sosial dan vokasional bila diberi pendidikan dan latihan yang tepat. Mereka kadang-kadang membutuhkan pengawasan dan bimbingan bila mereka mengalami tekanan sosial dan ekonomis yang berat.

b. Retardasi mental sedang : Orang-orang dewasa ini mampu membiayai hidupnya sendiri dengan melakukan pekerjaanpekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan atau pekerjaanpekerjaan yang membutuhkan semi terampil, tetapi mereka memerlukan pengawasan dan bimbingan bila mereka mengalami kesulitan sosial dan ekonomis yang ringan.

c. Retardasi mental berat : Orang-orang dewasa muda ini dapat menyumbang sebagian untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan pengawasan yang penuh, dan mereka dapat mengembangkan keterampilanketerampilan untuk melindungi dirinya sendiri sampai pada suatu tingkat yang sedikit berguna dalam suatu lingkungan yang terkontrol.

d. Retardasi mental berat sekali : Orang-orang dewasa ini hanya memperlihatkan suatu perkembangan motor dan cara berbicara. Mereka sama sekali tidak mampu memelihara dirinya sendiri dan benar-benar membutuhkan perawatan dan pengawasan.

Manisfestasi Retardasi Mental 

Menurut Maramis (2005) yang di kutib dari buku Prabowo (2014), Retardasi mental dalam PPDGJ I diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan : 

1) Retardasi mental ringan (IQ 52-69: umur mental 8-12 tahun), karakteristik: 

a. Usia prasekolah tidak tampak sebagai anak retardasi mental, tetapi terlambat dalam kemampuan berjalan, bicara, makan sendiri dan lainlain. 

b. Usia sekolah dapat melakukan keterampilan membaca dan aritmatik dengan pendidikan khusus, diarahkan pada kemampuan aktifitas sosial. 

c. Usia dewasa melakukan keterampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak, kemampuan psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi. 

2) Retardasi mental sedang (IQ 50-55: umur mental 3-7 tahun), karakteristik : 

a. Usia prasekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik, terutama bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.

b. Usia sekolah dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan, perilaku aman serta keterampilan mulai sederhana, tidak ada kemampuan membaca dan berhitung. 

c. Usia dewasa melakukan aktifitas latihan tertentu, berpartisipasi dalam rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ketempat yang dikenal, tidak biasa membiayai sendiri. 

3) Retardasi mental berat (IQ 20-25 s/d 35-40; umur mental <3 tahun), karakteristik : 

a. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik, kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bias berespon dalam perawatan diri tingkat dasar seperti makan. 

b. Usia sekolah gangguan spesifik dalam kemampuan berjalan, memahami sejumlah komunikasi atau berespon, membantu bila dilatih sistematis. 

c. Usia dewasa melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara minimal, menggunakan gerak tubuh. 

4) Retardasi mental sangat berat (IQ 20-25 : umur mental sepereti bayi), karakteristik : 

a. Usia prasekolah retardasi mencolok fungsi sensorimotor minimal, butuh perawatan total. 

b. Usia sekolah, kelambatan nyata disemua area berkembang, memperlihatkan respon emosional dasar, keterampilan latihan kaki, tangan dan rahang butuh pengawasan pribadi, usia mental bayi muda.

c. Usia dewasa mungkin biasa berjalan, butuh perawatan total biasanya diikuti dengan kelainan fisik. Di bawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering pada retardasi mental (Prabowo, 2014)

1. Kelainan pada mata 

a. Katarak : 

(1)Syndrom cockayne 

(2)Syndrom lowe 

(3)Galactosemia 

(4)Krelin 

(5)Rebela prenatal 

b. Bintik chorry-merah pada daerah macula 

(1)Mukulipidosis 

(2)Penyakit nicmann-pick 

(3)Penyakit tay-sachs 

c. Korioretinitis 

(1)Lues congenital 

(2)Penyakit sitomigaid virus 

(3)Rubella pranatal 

d. Kornea keruh 

(1)Syndrom hunter 

(2)Syndrom hurler 

e. Kejang 

f. Kejang umum tonik klonik

(1)Defisiensi glikogen senthetase 

(2)Hiperlisinemia 

(3)Hipoglikemia terutama yang disertai glyeogen storage disease I, III, IV, dan VI 

(4)Phenyi ketonuria 

(5)Syndrom melabsorbsi methinion dan lain-lain 


2. Kejang pada masa neonatal 

a. Arginosicconic Asiduria 

b. Hiperammonemia I dan II 

c. Laktik asidosis 


3. Kelainan kulit 

a. Bintik café-au-lait 

b. Ataksia-telengiektasia 

c. Syndrom blomm 

d. Neurofibromatosis 

e. Tuberous selerosis 


4. Kelainan rambut 

a. Rambut rontok Familial laktik asidosis dengan netrotising ensefalopati 

b. Rambut cepat memutih 

(1)Atrofi progresif serebral hemisfer 

(2)Ataksia telangi ektasia 

(3)Syndrom malabsorbsi menthionin 

c. Rambut halus

(1)Hipotiroid 

(2)Malnutrisi 


5. Kepala 

a. Mikrosefali 

b. Makrosefali 

c. Hidrosefalus 

d. Mucopolisakaridase 

e. Efusi subdural 


6. Perawatan pendek 

a. Kretin 

b. Syndrom prader willi 


7. Distonia 

a. Syndroma Hailer vorde-spaz 


Ciri-ciri anak retardasi mental 

a. Psikis Kondisi psikis anak retardasi mental cenderung sulit untuk memusatkan perhatian,cepat lupa, sukar membuat kreasi baru, serta rentang perhatiannya pendek, mudah bosan, mengantuk, kurangnya minat belajar dalam waktu yang lama, mudah frustasi yaitu menghentikan aktifitas atau pekerjaan jika tidak berhasil, mudah marah atau tersinggung dan tidak kooperatif, menarik diri karena malu dan tidak memiliki keberanian dalam berkomunikasi dengan orang lain (Kemis & Rosnawati, 2013) 

b. Sosial Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain yang meliputi suatu proses berfikir, beremosi dan mengambil keputusan (Jahja, 2011). Dalam pergaulan, retardasi mental tidak bisa mengurus dirinya sendiri, mereka bergantungan kepada orang lain. Karena kemampuan intelektualnya terbatas, anak tuna grahita sering kali bermain bersama dengan anak yang lebih muda darinya. Anak retardasi mental mempunyai kepribadian yang kurang dinamis, mudah goyah, dan tidak memiliki pandangan luas. Anak retardasi mental mengalami kesulitan dalam memahami norma lingkungan sekitar, sehingga anak retardasi mental sering dianggap aneh oleh masyarakat karena tindakannya yang tidak sesuai dengan tingkat umurnya (Kemis & Rosnawati, 2013).

Penatalaksanaan dan pencegahan 

Menurut Maramis (2005) yang di kutib dari buku Prabowo (2014), penatalaksanaan dan pencegahan retardasi mental adalah : 

a. Peanatalaksanaan medis 

1) Psikostimulan untuk anak yang menunjukkan gangguan konsentrasi atau hiperaktif. 

2) Obat psikotropika (untuk anak dengan perilaku yang membahayakan diri) 

3) Anti depresan 


b. Pencegahan 

1) Pencegahan primer 

Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan sosioekonomi, konseling genetic dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan keradangan otak pada anak-anak. Tiap usaha mempunyai cara sendiri untuk berbagai aspeknya).

2) Pencegahan sekunder 

Meliputi diagnose dan pengobatan dini keradangan otak, peradangan subdural, kraniostenosis sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat di buka dengan kraniotomi, pada mikrosefali yang congenital, operasi tidak menolong. 

3) Pencegahan tersier 

Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus, sebaiknya disekolah luar biasa (SLB) dapat diberi neroleptika kepada yang gelisah hiperaktif atau destruktif. Amfetamine dan kadang-kadang juga anti histamine berguna juga pada hiperkinesa berbiturat kadang-kadang dapat menimbulkan efek paradokal dengan menambah kegelisahan dan ketegangan dapat dicoba juga dengan obat-obatan yang memperbaiki mikrosirkulasi diotak (membuat masuknya zat asam dn makanan dari darah ke sel otak lebih mudah) atau yang langsung memperbaiki metabolism sel-sel otak, akan tetap hasilnya, kalau ada tidak segera dapat dilihat. 

5. Konseling 

Kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmantis dengan tujuan anatara lain membantu mereka dalam mengatasi frustasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi mental. orang tua sering menghendaki anak diberi obat, oleh karena itu dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat anak menjadi pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak. 

6. Latihan dan pendidikan 

1) Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada. 

2) Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial. 

3) Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak. 

7. Latihan diberikan secara kronologis 

a) Latihan rumah : pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan. 

b) Latihan sekolah : yang penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial. 

c) Latihan teknis : diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin, dan kedudukan sosial. 

d) Latihan moral : dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa yang tidak baik. Agar anak mengerti, maka tiaptiap pelanggaran disiplin perlu disertai dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah. 


Dukungan bagi anak retardasi mental 

a. Dukungan keluarga Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenal kepada anak atau dapat dikatakan bahwa seorang anak itu mngenal kehidupan sosial perta dilingkungan keluarga. Perkembangan anak retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya melalui sosialisasi. Anak disosialisasikan dan didukung oleh keluarganya, karena keluarga memikul tanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan anak. Keluarga sangat penting untuk perkembangan anak, dan anak menjadi orang dewasa yang mampu produktif (Hidayati, 2011). Dukungan dan penerimaan dari setiap anggota keluarga akan memberikan energy dan kepercayaan dalam diri anak untuk lebih berusaha meningkatkan kemampuan yang dimiliki, sehingga hal iniakan membuat anak menjadi hidup mandiri dan terlepas dari bantuan ketergantungan terhadap orang lain (Hendriani et al., 2006)

b. Dukungan lingkungan sekolah Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak mengamanatkan bahwa setiap anak yang mengalami cacat fisik dan cacat mental berhak mendapatkan pendidikan khusus. Dukungan yang ada di lingkungan sekolah sebenarnya adalah dukungan lanjutan dari dukungan keluarga, karena keluarga adalah orang yang perama bisa memberikan pendidikan dan bimbingan. Perhatian dan dukungan orang tua dapat memberikan motivasi anak untuk belajar sehingga orang tua harus berkerjasama dengan sekolah. Karena anak memperlukan waktu, tempat, dan keadaan yang baik untuk belajar. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sangat penting dalam menentukan prestasi anak, karena lingkungan sekolah merupakan tempat yang baik untuk belajar yang giat. Lingkungan sekolah juga dapat membentuk pribadi anak yang baik, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul di temapat yang setiap harinya berada (Mitahul Munir, 2010).

c. Dukungan masyarakat Masyarakat adalah salah satu dukungan anak retardasi mental untuk pendorong dan sebagai sarana kemandirian dalam berosialisasi (Amalia Oktafiani, Ririn Tria Octariana, 2006). Orang tua juga harus mendukung anak bergaul dengan lingkungan disekitarnya karena lingkungan juga merupakan faktor penting dalam meningkatkan kemandirian dan cara bergaul anak dengan lingkungan. Sikap terbuka orang tua terhadap lingkungan mebuat anak merasa bahwa dirinya tidak berbeda dengan anak-anak normal biasanya. Hal ini akan mebuat anak lebih percaya dalam berteman dengan anak-anak normal, sehingga anak tidak akan menghiraukan cemoohan dari lingkungan sekitarnya dan lebih mandiri dalam melakukan aktivitas dak tidak ketergantungan dengan orang lain (Sekar Ayu Wijayani Dan Hafsah Budi, 2011) 

Komentar

Postingan Populer