F63.2 CURI PATOLOGIS (KLEPTOMANIA)
Apa itu Kleptomania?
Kleptomania (curi patologis) merupakan salah satu gangguan kejiwaan yang ditandai dengan perilaku mencuri berulang. Prilaku tersebut disertai dengan keinginan kuat yang tidak dapat dikendalikan. Umumnya barang yang dicuri tersebut tidak berharga dan tidak diperlukan secara pribadi oleh pelaku. Barang curian itu kemudian dibuang, diberikan kepada orang lain, dikembalikan secara diam-diam atau dikumpulkan. Sebelum melakukan aksi mencuri, pelaku merasakan peningkatan ketegangan dan merasakan kepuasan setelahnya. Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) – III, kleptomania termasuk dalam kelompok gangguan kebiasaan dan impuls (F63).
Istilah kleptomania dikenalkan oleh psikiatri dari Perancis yang bernama Esquirol dan Mark pada abad ke-19. Kleptomania memiliki dampak psikososial seperti penurunan kualitas hidup dan memiliki konsekuensi hukum.
Kleptomania adalah gangguan mental di mana penderitanya tidak mampu menahan keinginan untuk mencuri atau mengambil barang tanpa izin, meskipun barang tersebut sebenarnya tidak dibutuhkan. Bahkan, mereka cenderung mengambil barang yang tidak berharga.
Perlu diketahui, perilaku pengidap kleptomania ini tidak bertujuan untuk menghasilkan uang atau mendapatkan keuntungan. Umumnya, pengidap kleptomania akan merasa menyesal dan bersalah setelah melakukan tindakannya. Sayangnya, mereka tidak mampu menahan atau mengendalikan diri ketika keinginan tersebut kembali muncul. Sebab, mereka akan merasa cemas jika tidak melakukannya.
Penyebab Kleptomania
Hingga kini, belum diketahui secara pasti apa penyebab kleptomania. Namun, terdapat dugaan bahwa kondisi ini dapat dipengaruhi oleh terganggunya senyawa kimia di otak, seperti:
Menurunnya kadar serotonin atau senyawa kimia otak yang berperan mengendalikan emosi dan suasana hati.
Terganggunya proses pelepasan dopamin atau senyawa kimia otak yang menciptakan rasa senang dan bahagia.
Ketidakseimbangan sistem opioid yang mengakibatkan keinginan untuk mengambil barang atau mencuri tidak dapat ditahan.
Faktor Risiko Kleptomania
Sementara itu, beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengidap penyakit kleptomania adalah:
Menderita gangguan mental lainnya, seperti gangguan cemas, depresi, atau gangguan kepribadian (bipolar disorder).
Memiliki keluarga dengan riwayat kleptomania, penyalahgunaan NAPZA, atau kecanduan alkohol.
Memiliki trauma masa kecil.
Menerima pola asuh orang tua yang lalai atau kasar.
Mengalami gangguan otak, misalnya epilepsi.
Gejala klinis
Kriteria diagnostik untuk kleptomania berdasarkan American Psychiatric Association Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders diantaranya adalah prilaku mencuri barang berulang dimana penderita tidak mampu untuk mengendalikan keinginan tersebut. Barang yang dicuri biasanya tidak diperlukan oleh pasien dan bukan untuk dijual.
Penderita merasakan peningkatan ketegangan sebelum melakukan aksinya dan merasakan kepuasan setelah berhasil melakukan aksinya. Tindakan mencuri bukan untuk mengekspresikan kemarahan atau balas dendam dan bukan merupakan respon dari halusinasi atau delusi. Walaupun ada perasaan kepuasan dan kesenangan setelah melakukan aksinya, penderita juga dapat mengalami perasaan bersalah atau depresi sesaat setelahnya.
Kleptomania harus dibedakan dengan tindakan pencurian biasa. Pada kleptomania, pencurian tidak direncanakan sebelumnya dan bukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang kurang. Penderita kleptomania memilih mencuri pada akses yang mudah dan target yang acak, serta mencuri benda yang tidak berharga seperti pakaian, dan kaos kaki. Hal ini sangat berbeda dengan pencuri lain (yang bukan kleptomania) yang membuat strategi terlebih dahulu untuk mengambil barang yang berharga. Ketika penderita ditanya alasan mengapa mencuri, maka penderita menjawab “saya tidak tahu”. Penderita tidak dapat menjelaskan tujuan dan alasan mengapa ia melakukan pencurian. Ketika ditangkap dan ketahuan aksinya, penderita akan mengakui bahwa dia benar-benar melakukan pencurian.
Penderita dengan kleptomania umumnya mempunyai hidup yang layak dan kondisi keuangan yang stabil. Bahkan beberapa adalah selebriti, mempunyai ijazah akademik yang tinggi dan status sosial yang tinggi. Kleptomania dapat berhubungan dengan gangguan kejiwaan lainnya seperti depresi, kecanduan alcohol, gangguan kecemasan dan gangguan obsesif kompulsif (obsessive compulsive disorder / OCD).
Kleptomania memiliki kesamaan gejala dengan adiksi seperti adanya tekanan yang kuat sebelum keinginan tersebut dicapai, penurunan keinginan segera sesaat setelah aksi dilakukan, adanya jeda waktu (jam, hari atau minggu) terhadap munculnya keinginan melakukan aksi pencurian berulang, serta terdapat perasaan senang setelah melakukan aksinya.Kleptomania juga dapat berkaitan dengan perubahan mood. Penderita kleptomania sering melaporkan gejala tersebut memburuk saat mereka mengalami depresi. Kleptomania dapat menjadi manifestasi hipomania atau mania pada penderita gangguan bipolar.
Kleptomania harus dibedakan dari pencurian berulang tanpa manifestasi gangguan psikiatrik yang direncanakan dengan lebih hati-hati serta untuk mendapatkan keuntungan pribadi (Z03.2.), gangguan mental organik seperti gangguan ingatan yang menyebabkan penderita lupa membayar barang belanjaan (F00 – F09) serta pencurian yang disebabkan gangguan depresi (F30 – F33).
Terdapat beberapa alat bantu untuk penegakkan diagnosis kleptomania diantaranya adalah Yale Brown Obsessive Compulsive Scale Modified for Kleptomania (K-YBOCS) dan Kleptomania Symptom Asessment Scale (K-SAS). K-YBOSC merupakan alat ukur keparahan gejala kleptomania selama 7 hari terakhir yang terdiri dari 10 poin mengenai pemikiran dan prilaku penderita. Setiap poin memiliki skala 0 – 4 yang dinilai oleh klinisi. Sedangkan K-SAS memiliki 11 poin penilaian yang dapat dinilai oleh pasien sendiri yang terdiri dari keinginan, pemikiran dan prilaku pasien selama 7 hari terakhir.
Diagnosis Kleptomania
Sebelum menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan tanya jawab terkait gejala dan riwayat kesehatan pasien yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan psikologis. Pemeriksaan fisik berguna untuk mengetahui penyebab medis yang mendasari kleptomania.
Selanjutnya, dokter juga akan melihat apakah gejala yang dialami pasien sesuai dengan kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-5). Berdasarkan DSM-5, beberapa kriteria kleptomania adalah sebagai berikut:
Pasien tidak mampu menahan keinginan untuk mengambil barang tanpa izin, yang mana barang tersebut bukanlah kebutuhan pribadi dan terjadi secara berulang kali.
Pasien merasa semakin tegang sesaat sebelum mencuri.
Pasien merasa puas, senang, dan rasa cemasnya mereda selama proses mencuri.
Pasien tidak melakukan pencurian atas dasar balas dendam atau melampiaskan kemarahan, bahkan tidak dilakukan atas dasar halusinasi atau delusi.
Gangguan ini bisa menjadi gejala lain dari bipolar manik atau gangguan kepribadian antisosial.
Cara Menyembuhkan Kleptomania
Kleptomania membutuhkan penanganan medis karena kondisi ini tidak bisa diatasi seorang diri. Apabila tidak ditangani, kondisi ini akan kambuh terus-menerus. Sebagai penanganan kleptomania, dokter biasanya meresepkan obat-obatan dan melakukan psikoterapi.
Terapi Farmakologi
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) merupakan golongan antidepresan yang bekerja dengan meningkatkan level serotonin di otak. Serotonin merupakan neurotransmitter yang berperan dalam memperbaiki mood, meningkatkan nafsu makan dan membantu regulasi siklus sirkadian tubuh. Obat golongan SSRI meningkatkan level serotonin di tubuh dengan cara mencegah sel saraf melakukan reuptake serotonin. Obat golongan SSRI yang pernah digunakan untuk terapi tunggal kleptomania diantaranya adalah fluoxetine, fluvoxamine dan paroxetine.
Walaupun begitu masih belum ada studi terkontrol mengenai efektivitas obat ini. Terdapat beberapa laporan kasus yang menunjukkan fluoxetine gagal mengurangi gejala kleptomania, bahkan gejala kleptomania dilaporkan justru meningkat pada tiga pasien yang diterapi dengan obat golongan SSRI.
Naltrexon
Naltrexon merupakan terapi medikasi terhadap adiksi alcohol yang telah disetujui oleh badan pengawasan obat dan makanan Amerika Serikat (FDA). Naltrexon bekerja mengurangi kecanduan alkohol dengan cara menghambat pelepasan dopamine pusat yang dimediasi oleh opioid. Obat dapat diberikan secara per oral sekali sehari dengan dosis 50 mg/hari maupun dengan injeksi sebulan sekali (rentang dosis 50 – 150 mg).
Pemberian Naltrexon dapat mengurangi keinginan untuk mengkonsumsi alkohol. Karena kleptomania memiliki kesamaan gejala dengan adiksi alkohol, maka diduga Naltroxon juga dapat mengurangi kecanduan penderita terhadap mencuri. Sebuah studi menunjukkan mengurangi keinginan mencuri pada 23 penderita kleptomania secara signifikan. Obat ini juga ditoleransi baik oleh penderita dengan dosis efektif rata-rata adalah 116,7 mg/hari.
Psikoterapi
Selain terapi obat-obatan, penderita kleptomania harus diterapi dengan psikoterapi. Dokter psikiatri harus mengetahui penyebab utama penderita melakukan hal tersebut dan membantu penderita untuk melepaskan stresnya. Beberapa psikoterapi yang banyak dilakukan untuk penderita kleptomania adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT), psikoterapi kognitif, desensitisasi sistemik dan terapi aversi. Psikoterapi ini bertujuan untuk mengubah persepsi penderita terhadap tindakan mencuri dan mengalihkan minat ke hal lain.
Ketika penderita mengalami keinginan untuk mencuri, maka stimulus akan diberikan untuk menginduksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap tindakan tersebut sehingga keinginan mencuri penderita akan menurun. Penderita disarankan untuk mencatat semua aktivitas seharihari dalam buku harian sebagai evaluasi mandiri. Selain psikoterapi dan farmakoterapi, keterlibatan keluarga juga sangat penting untuk mengoptimalkan terapi pada penderita kleptomania sehingga tercapai keberhasilan terapi.
Komentar
Posting Komentar